GORONTALO - BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) bersama Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tingkat pusat telah sepakat untuk menindaklanjuti kerja sama terkait pencegahan dan penanganan ketidakpatuhan pelaksanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan.
Lantas, BPJS Ketenagakerjaan Provinsi Gorontalo menyambangi Polda Gorontalo, belum lama ini.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Gorontalo Dr. Maruly Pardede, S.H., S.I.K., M.H., menegaskan bahwa Polri siap memberikan dukungan terhadap semua program yang menjadi prioritas negara, termasuk juga peningkatan kepatuhan para pemberi kerja terhadap kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.
Kita punya komitmen untuk support pelaksanaan yang dikerjakan oleh teman teman BPJAMSOSTEK untuk peningkatan kepatuhan. Penindakan terhadap perusahaan tidak patuh akan dilakukan secara terukur dan berdasarkan Undang undang dan peraturan yang berlaku,” jelas Maruly.
“Perlindungan terhadap pekerja bukan hanya tanggung jawab BPJS Ketenagakerjaan, tetapi juga menjadi bagian dari kepentingan penegakan hukum. Kita akan tindak lanjuti bersama,” imbuhnya.
Maruly mengingatkan, bagi pemberi kerja yang tidak mendaftarkan dirinya maupun pekerjanya menjadi peserta BPJAMSOSTEK dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis, denda atau tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu.
Selain itu pemberi kerja yang tidak membayarkan iuran yang telah dipungut dari pekerjanya, dapat dijerat sanksi pidana dengan hukuman penjara paling lama 8 tahun atau denda maksimal Rp1 Miliar.
“Kami berharap sinergi ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan. Dan ini menyangkut hak pekerja. Kita akan tindaklanjuti,” ujarnya.
Kedepan, Maruly mempersilahkan BPJS Ketenagakerjaan untuk kesempatan pertama memberikan pemahaman tentang program jaminan sosial ketenagakerjaan terutama pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus.
Selanjutnya akan di dorong hingga Polsek se Gorontalo.
*Negara Hadir*
Kepala BPJS Ketenagakerjaan, Dr. Ir. Sanco Simanullang, S.T., M.T., IPM., ASEAN Eng., dalam keterangan tertulis kamis (02/10/2025) mengungkapan, pihaknya melakukan audiensi dengan Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus), Dr. Maruly Pardede, S.H., S.I.K., M.H.,
Diungkapkan, sambutan Polda Gorontalo membukitkan negara hadir lewat kepolisian untuk memberi dukungan terhadap hak hak pekerja.
Betul, kita membahas strategi penguatan penegakan hukum terhadap perusahaan yang tidak patuh dalam menjalankan kewajiban perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi pekerja, khususnya hak hak pekerja penerima upah. Pekerja yang di perusahaan, karena itu bersifat wajib, “ jelas Sanco.
Disebutkan, akhir bulan lalu audiensi itu membahas tiga isu utama ketidakpatuhan perusahaan yaitu:perusahaan yang mendaftarkan pekerjanya ke dalam program BPJS Ketenagakerjaan, perusahaan yang menunggak iuran jaminan sosial ketenagakerjaandan, perusahaan tidak memenuhi seluruh kewajiban kepesertaan sesuai ketentuan perundang-undangan.
Disebutkan, hubungan kerja sama dengan Polri merupakan salah satu strategi untuk mempercepat perlindungan kepada seluruh pekerja Indonesia, terutama di Provinsi Gorontalo, perlindungan yang masih coverage 50%.
“Kita Bersama Polda ingin mendorong kesadaran para pengusaha agar peduli terhadap program perlindungan yang terdiri dari Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) bagi karyawan,” jelas Sanco.
Sanco menegaskan Sanksi BPJS Ketenagakerjaan bagi perusahaan yang tidak mematuhi kewajibannya meliputi sanksi administratif berupa teguran tertulis, denda, dan penolakan pelayanan publik (misalnya perizinan usaha), serta sanksi pidana berupa penjara hingga 8 tahun atau denda maksimal Rp1 miliar. Sanksi ini berlaku bagi perusahaan yang tidak mendaftarkan karyawannya, menunggak iuran, tidak melaporkan upah sebenarnya, atau tidak mengikuti program BPJS secara penuh.
Sanksi Administratif Bagi perusahaan yang melanggar kewajiban, sanksi administratif yang dapat dikenakan meliputi: Teguran Tertulis, diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Sedangkan Denda, akan berlaku jika perusahaan tidak mengindahkan teguran tertulis kedua, dan biasanya sebesar 2% dari jumlah iuran yang terlambat dibayarkan per bulannya.
Lantas, ada juga sanksi tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu, akan diterapkan melalui kerja sama dengan instansi pemerintah dan mencakup: Izin terkait usaha, Izin untuk mengikuti tender proyek, Izin mempekerjakan tenaga kerja asing, Izin mendirikan bangunan (IMB).
Selain sanksi administratif, ujar Sanco, perusahaan juga dapat dijerat sanksi pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011, yaitu Pidana penjara paling lama 8 tahun dan Pidana denda paling banyak Rp1 miliar.
“Sanksi-sanksi ini dikenakan jika perusahaan melakukan pelanggaran seperti tidak mendaftarkan karyawan yang wajib, menunggak pembayaran iuran, tidak melaporkan upah yang sebenarnya ke BPJS Ketenagakerjaan, hanya mengikuti sebagian program BPJS,” ungkap Sanco.
“Kami sangat mengapresiasi keterbukaan dan dukungan dari pihak Kepolisian, khususnya Direktorat Reserse Kriminal Khusus. Terimakasih Pak Direktur Maruly dan seluruh jajaran, semoga kedepan berjalan lancar,” tutup Sanco.
(Raniasti)



