MANDUAMAS- Tapanuli Tengah Pemerintah Kecamatan Manduamas bersama unsur Forkopimka dan Pemerintah Desa Saragih memfasilitasi rapat mediasi antara warga Sionom Hudon Siambaton Napa dan PT Multi Sibolga Timber (MST), yang digelar di Aula Kantor Camat Manduamas pada Jumat, 25 Juli 2025.
Mediasi ini dihadiri oleh Camat Manduamas Lisnawaty Lumban Tobing, S.Sos., M.M, Kapolsek Manduamas IPTU A.P. Limbong, perwakilan Danramil 01/Barus Serda Andes Sihombing, Pj. Kepala Desa Saragih Ali Imron Situmorang, serta Ketua BPD Desa Saragih Tagor Sihite. Dari pihak perusahaan, hadir Manajer PT.Multi Sibolga Timber Jan Ricky Nelson Tambunan S.Hut bersama jajaran,
sementara dari pihak warga
turut hadir sejumlah perwakilan masyarakat Sionom Hudon Siambaton Napa.
Dalam sambutannya, Ketua BPD Saragih Tagor Sihite menyayangkan kurangnya koordinasi dari pihak Sionom Hudon dalam kegiatan sebelumnya. Ia menyebut pihak desa sempat kewalahan menjawab pertanyaan warga atas aksi-aksi seperti pemasangan spanduk larangan aktivitas produksi PT MST yang dilakukan tanpa pemberitahuan.
Senada, Kapolsek Manduamas IPTU A.P. Limbong mengingatkan agar semua pihak mengedepankan koordinasi dengan aparat dan pemerintah. “Hukum tertinggi adalah hukum negara, namun kearifan lokal juga tetap kita hormati. Jangan bertindak sendiri di lapangan,” tegasnya.
Perwakilan Danramil, Serda Andes Sihombing, menekankan pentingnya mediasi dan berharap solusi terbaik dapat dicapai. Ia juga mengingatkan kontribusi perusahaan terhadap penerimaan negara dan penciptaan lapangan kerja.
Dalam sesi dialog, sejumlah perwakilan Sionom Hudon, seperti Poin Tinambunan, Musa Tinambunan, Sudirman Tumanggor, dan lainnya, menyampaikan berbagai keberatan, termasuk tidak adanya koordinasi perusahaan, dugaan kerusakan lingkungan, dan hak atas tanah ulayat. Mereka menuntut agar PT MST menghentikan sementara aktivitasnya serta memberikan perhatian serius terhadap masyarakat adat di sekitar wilayah operasional.
Keluhan juga disampaikan terkait kualitas air yang disebut menurun sejak PT MST kembali beroperasi. “Dulu air kami bersih dan lancar untuk Saragih timur , sekarang keruh dan tidak lancar,” keluh Dincon Tinambunan.
Feri imanta Tinambunan menegaskan bahwa masyarakat hanya menginginkan penghargaan atas keberadaan perusahaan dan warisan leluhur kami. “Kami tidak bicara soal izin A atau B, kami hanya ingin dihargai,” ujarnya.. sekaligus menyerahkan salinan tuntutan berisi 6 poin antara lain
1 /.PT.Multi memberikan ganti rugi kepada sionom hudon siambaton Napa atas kayu yang terjual sebelumnya
2/. PT Multi wajib memberikan 40 persen hasil penjualan kayu berkegiatan di wilayah tanah Ulayat sionom hudon
3/.hutan Ulayat sionom hudon Tidak boleh dialih fungsikan sebelum ada izin dari pomparan sionom hudon
4/PT Multi wajib memberikan CSR terhadap pomparan sionom hudon siambaton Napa
5/PT Multi wajib mereboisasi hutan adat sionom hudon dan menanggung biaya sendiri
6/PT Multi Sibolga Timber wajib mendirikan kantor pengurus sionom hudon sebagai mitra kerja dan menanggung biaya operasional pengurus sionom hudon siambaton Napa
Menanggapi keluhan warga, Jan Ricky Nelson Tambunan S.Hut menjelaskan bahwa PT MST beroperasi dengan legalitas lengkap dari Kementerian Kehutanan, termasuk izin konsesi dan penerapan sistem TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia). Ia juga menyebut perusahaan telah lama memiliki ijin HPH/IUPHHK/PBPH sejak tahun 1979 yang luas nya +/- 75.000 Ha ditiga wilayah kelestarian SEI Tapus ,Pulau Mursala dan Batu Mundam di Tapanuli Selatan,namun sejak tahun 2002 operasional PT.Multi Sibolga Timber sempat berhenti dan ditahun 2022 perusahaan PT Multi Sibolga Timber termasuk salah satu perusahaan yang terkena penertiban PBPH ,,akan tetapi dengan setelah memenuhi ketentuan -ketentuan pemenuhan komitmen dikementerian kehutanan perijinan PBPH PT MST dipulihkan dan aktif kembali melaksanakan operasional nyata dilapangan dalam 3 tahun terakhir
“Jika kami tidak memiliki izin resmi, tentu sudah ditindak oleh pemerintah dan dituntut secara hukum,Kami juga sudah cross check bahwa hanya ada dua kabupaten di Sumatera Utara yang mendapat pengakuan atas tanah Ulayat yaitu kabupaten Tapanuli Utara dan kabupaten Humbang Hasundutan.
Begitu juga dengan hasil produksi yang kami keluarkan semua harus dilengkapi dengan dokumen yang sah serta wajib dilengkapi barcode dari kementerian kehutanan secara online dan ditempel disetiap ujung kayu yang akan dikirim kepabrik..jadi tidak sembarangan harus lengkap semua ujar manajer Tambunan.
Terkait tuntutan CSR, Tambunan menolak poin tuntutan yang menyebut CSR hanya untuk "pomparan Sionom Hudon". “Itu terkesan diskriminatif. CSR itu untuk semua masyarakat Manduamas,” tegasnya.
Tambunan menyatakan berkas tuntutan kami terima dan akan disampaikan ke pimpinan pusat di Medan, dan meminta waktu 14 hari kerja untuk memberikan tanggapan resmi..tetapi perlu saya jelaskan terkait 6 point tuntutan tersebut beberapa diantaranya selalu kami lakukan termasuk reboisasi berkelanjutan begitu juga dengan CSR corporation social responsibility kami selalu ikut mendukung setiap program pemerintah untuk masyarakat termasuk baru baru ini normalisasi parit di kelurahan perluasan..ucap Tambunan
Menjelang penutupan, suasana sempat memanas ketika perwakilan Sionom Hudon dari Parlilitan, Saut Tumanggor, mempertanyakan keabsahan kepengurusan Sionom Hudon Siambaton Napa. Pernyataan ini memicu reaksi keras dari warga yang merasa dihina, namun situasi berhasil dikendalikan oleh panitia.
Rapat kemudian ditutup dengan pengesahan notulen oleh Camat Manduamas Lisnawaty Lumban Tobing. Ia mengajak semua pihak untuk memperjelas tuntutan agar mediasi tidak berlarut-larut dan menghasilkan solusi yang konkret dan konstruktif.
(St.Munthe)