SUMUT : Kasus dugaan korupsi pengadaan kacamata baca dan kelebihan pembayaran JKN di Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumatera Utara (Sumut) hingga kini masih menggantung. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut belum menetapkan tersangka meskipun temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumut telah menunjukkan indikasi kuat penyimpangan.
Audit BPK menemukan berbagai kejanggalan dalam pengadaan 68.000 kacamata baca melalui e-purchasing, termasuk kesamaan harga dan spesifikasi yang mencurigakan antara penawaran vendor (CV TB) dan preferensi Dinkes Sumut. BPK juga mencatat kelebihan pembayaran iuran JKN sebesar Rp302.891.400. Temuan ini diduga melanggar Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Laporan yang disampaikan oleh Farasut pada 16 Maret 2025, berdasarkan temuan audit BPK tahun anggaran 2023, tengah ditelaah Kejati Sumut. Namun, hingga saat ini belum ada penetapan tersangka. Kasi Penkum Kejati Sumut, Adre Wanda Ginting, SH, hanya menyatakan bahwa laporan tersebut sedang dikaji.
Sikap pejabat Dinkes Sumut pun dinilai janggal. Kabid Yankes, dr. Nelly Fitriani, mengarahkan wartawan kepada Sekretaris Dinkes Sumut, Hamid Rizal, yang menolak ditemui media. Nelly Fitriani, yang memiliki harta kekayaan Rp2.600.673.287 (berdasarkan LHKPN 2023), terkesan menghindar dari pertanyaan terkait kasus ini.
Paralel dengan Kasus BOK Dinkes Langkat:
Kasus ini menimbulkan pertanyaan mengingat sejarah serupa di Dinkes Kabupaten Langkat. Kasus dugaan suap dari pemotongan dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) telah menjerat mantan Kepala Puskesmas Desa Teluk, dr. Hj Evi Diana. Dalam persidangan, Evi menyebut Hamid Rizal, saat itu Kabag Keuangan Dinkes Kabupaten Langkat, sebagai penerima aliran dana hasil pungutan liar tersebut. Meskipun Evi telah memberikan kesaksian, hingga kini penyidik belum memproses pihak-pihak lain yang disebut menerima aliran dana haram tersebut.
Ketidakjelasan penetapan tersangka dalam kasus Dinkes Sumut dan penanganan kasus serupa di Langkat menimbulkan kecurigaan publik terhadap lemahnya penegakan hukum terhadap dugaan korupsi di lingkungan pemerintahan. Publik menuntut transparansi dan akuntabilitas dari aparat penegak hukum untuk mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan.
(Ls)