MEDIAPAMORNEWS" COM -MEDAN
Seorang Lurah yang dilahirkan era tahun 1985 ke atas, mungkin luput atau telah melupakan adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri No.593/5707/SJ Tahun 1984. Sebaiknya Lurah dan Camat harus baca ulang Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960 dan 1963.
Demikian dikatakan H.Syafrizal,SH,MH menjawab konfirmasi sejumlah wartawan, Selasa (10/1) didampingi Zulfikar Dipo,SH di Café Fariz, JL Tuasan-Kota Medan. Sedangkan ZulDipo berasumsi, Bu Lurah Muhfarlina bisa jadi sengaja dikorbankan senior ASN.
“Saya justeru berasumsi dengan dugaan, bahwa Bu Muhfarlina ini tanpa disadarinya, disesatkan oleh senior-nya sebagai aparatur di atas jabatan Lurah. Sehingga yang bersangkutan terkesan tidak punya otoritas dan kebijakan secara mandiri,” ungkap ZulDipo.
Selanjutnya Dipo membeberkan apa yang diketahuinya, dan apa saja perbincangannya dengan Haji Mukhsin-pensiunan Sekretaris di Kelurahan Pulo Brayan Darat-1-di penghujung tahun 2022 kemarin. Dipo mengaku telah ke kantor ATR/ BPN, mengetahui bahwa Pemko telah terima Sertifikat atas lapangan di Jalan Krakatau.
Menurut Dipo, jika Bu Lurah Muhfarlina tidak juga beranjak dari persepsi yang keliru ( tidak bersedia tandatangani surat penguasaan fisik blanko BPN-Red), maka pihaknya akan melakukan tindakan hukum di jalur PTUN, atau jika terdapat celah pelanggaran pidana, membuat laporan Polisi ke Polda Sumut.
Kata Dipo, satu saksi kunci sudah bersedia untuk bersaksi dalam upaya ke jalur hukum pidana atau pun hukum perdata. Seorang lagi dari warga masyarakat penghuni tanah yang satu Alas Hak dengan tanah An. Paimun diwarisi oleh An.Sudiono selaku cucu.
“Saya sudah melihat sertifikat yang diterima Pemko Medan melalui Kantor BPKAD. Secara de Facto sebenarnya Pemerintah Kota Medan telah mengakui keberadaan sebidang tanah ukuran 6 x 24 meter yang dikuasai keluarga Sudiono turun temurun dari kakeknya An. Paimun,” beber ZulDipo.
Namun, kata Dipo, pihaknya sudah melakukan beberapa langkah investigasi, sehingga berasumsi dengan dugaan, adanya oknum ASN di lingkungan Pemerintah Kota Medan yang punya hasrat untuk menguasai tanah tersebut secara perlahan tapi pasti, karena Pak Sudiono sudah sakit-sakitan.
Asumsi yang dikemukakan Dipo, berlandaskan perjalanan panjang permohonan pendaftaran legalitas tanah yang dilakoni Iwan Aswan selaku kuasa An.Sudiono. Diantaranya juga sudah ada musyawarah bersama Pimpinan BPKAD bersama sejumlah Pejabat Eselon III melibatkan Asisten Umum Walikota Medan pada bulan Juni 2022.
Bahkan ada juga Koordinasi Iwan Aswan bersama Haji Mukhsin menghadap Camat Medan Timur An. Noor Alfi Pane,AP. Jawaban Camat selalu ngambang dan terus menggantung tanpa titik temu.
Semacam melakukan permainan bola pimpong atau saling melempar bola antara Lurah dan Camat.
“Saya patut menduga, kondisi saling lempar bola tersebut ada unsur kesengajaan. Dan bisa jadi juga yaaa, diantara oknum aparatur ASN tersebut, melakukan konspirasi tersembunyi untuk menguasai sebidang tanah dimaksud,” ungkap
ZulDipo.
Seperti diketahui dari pemberitaan Chanel Youtube dan sejumlah media online, Lurah P.Brayan Darat-1 tidak bersedia tandatangani blanko ATR/BPN untuk pendaftaran legalitas Alas Hak Tanah-yang dikuasai warga masyarakat An. Sudiono (74 Tahun).
Sudiono menyebut sebidang tanah dimaksud adalah warisan turun temurun dari almarhum Kakeknya An. Paimun. mengaku sedih dan kecewa berat terhadap Lurah An.Muhfarlina,SSTP,MAP-yang tidak bersedia tandatangani blanko pendaftaran legalitas sebidang tanah di JL Bilal Lingkungan-X Kec. Medan Timur.
KETENTUAN KONVERSI UUPA 1963
Selanjutnya Syafrizal,SH,MH menambahkan, perlu kita ketahui bersama, bahwa tujuan utama dari pendaftaran legalitas tanah adalah adanya jaminan kepastian hukum hak atas tanah bagi setiap warga masyarakat Indonesia.
Bahwa surat tanah yang dimiliki An. Paimun dikeluarkan oleh Asisten Wedana ( Kepala Kecamatan masa itu-Red) di tahun 1956-mengikuti Hukum Adat dalam Konversi. Sehingga bunyi kalimatnya disesuaikan pada zamannya.
“Jika ada bunyi kalimat yang terkesan janggal atau bernada pelarangan tertentu, hal itu tidak bisa dijadikan pedoman atau menjadi prinsip bagi seorang Lurah yang terlahir sesudah terbitnya UU Pokok Agraria di tahun 1960,” kata Syafrizal.
Apa lagi, sebut Syafrizal, surat keterangan tanah sebagai Alas Hak yang dikuasai An. Paimun usianya jauh lebih tua dari kelahiran Undang-Undang Pokok Agraria yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia.
Selanjutnya, Syafrizal,SH,MH meminta kepada pemerintah Kecamatan Medan Timur dan Lurah Pulo Brayan Darat-1, agar membaca dan mentelaah lagi, apa yang termaktub dalam Undang-Undang Pokok Agraria Pasal-19 dan 20 tahun 1960 dan 1963.
Khususnya terkait dengan ketentuan konversi mengenai hak-hak tanah telah diatur dalam ketentuan-ketentuan konversi di dalam UUPA Pasal-II ayat (1), Pasal VII ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1).
“Sebagai praktisi hukum yang cukup banyak menghadapi perkara pertanahan, saya ingatkan Ibu Lurah Pulo Brayan Darat-1, agar membuka wawasan berfikir lebih luas secara mandiri. Setiap jabatan ada Tupoksi dan tanggungjawabnya,” kata advokat senior Peradi ini. (R.N)