Salamat diisolasi dihutan atas perintah dari seorang Kepala Desa (Kades) setempat. Pengakuan dan keterangan itu diperoleh LIDIK.ID dari istrinya, Risma Sitorus.
Baca Lainnya
Dalam percakapan antara Risma Sitorus dengan seorang pengurus ormas ternama terungkap fakta secara gamblang, bahwa Salamat Sianipar terpaksa diisolasi mandiri (isoman) didalam hutan atas permintaan dari Kades setempat.
Tidak kuat diisolasi seorang diri dalam hutan serta mengalami depresi, akhirnya Salamat Sianipar kembali kerumahnya. Dari kepulangannya itu mulai timbul masalah ada penolakan dari Kades dan masyarakat.
Tak lama, karena ditolak warga akhirnya Salamat sempat juga diisolasi mandiri disalah satu kandang hewan milik tetangganya. Dan Salamat pun tetap tidak betah yang akhirnya dia jalan kaki keliling kampung seperti layaknya orang stres hingga diamankan warga sekitar dan ditangkap sembari kaki diikat kedalam pohon jambu.
Setelah itu, ikatannyapun ia lepaskan bermaksud buang air dan setelah itu ia memilih kabur kehutan yang lumayan jauh, sehingga masyarakat sempat mencarinya dan pencarian itu tak membuahkan hasil.
Besoknya, Salamat ditemukan dalam keadaan tidak bisa berdiri serta badan maupun kakinya bengkak habis bekas pukulan.
“Oppung dang boi dison ibana isolasi, jadi didia do isolasion na? Diharangan an ninna, bah ngeri nai dang boibe di sekitaran on nikku, daong ikkon tuharanganan do boanon ninna. (Kakek, tidak boleh dirumah ini diisolasi, jadi dimana harus di isolasi? Dihutan saja katanya, bah ngeri kali ya tidak bisa diisolasi disekitar ini, Tidak harus ke Hutan dia dibawa,” kata Risma Sitorus menirukan ucapan Kades dalam percakapan yang diterima LIDIK.ID Minggu (25/7/2021) siang.
“Bah mahua dison on (mulak tujabu) ninna Kades, boasa dang boi nikku, ai nga hudokkon diharangan boasa mulak ninna Kades, Bah dia betah i da amang Kades, (Bah, ngapain dia ini disini kata Kades, kenapa tidak bisa?, Sudah kubilang di hutan kenapa dia kembali),” tambah Risma Sitorus menirukan pembicaraan Kades disaat suaminya terlihat kembali dari isoman di hutan.
“Sabar jo ho, holan sappulu ari nai nama ho asa bebas nikku”, dang tahan au dison dang tahan au sai ninna ibana, sona dirikku au sai naing mate au” sai ninna ibana, (Sabar dulu kamu, hanya tinggal 10 hari lagi kamu akan bebas, saya tidak tahan disini, saya tidak tahan disini kata suaminya. Aku ini bukan diriku rasanya saya ingin mati disana” Itulah kata dia waktu kembali),” tambah Risma Sitorus disaat suaminya pulang ke rumah
Menyikapi peristiwa memilukan atas sikap dan tindakan kades tersebut, Ketua DPW Lembaga Swadaya Masyarakat Pembela Kemerdekaan Rakyat (LSM PAKAR) Sumatera Utara, Ir Linceria Nainggolan angkat bicara dan memprotes keras atas tindakan yang tidak profesional ditunjukkan seorang Kepala Desa (Kades) dalam menangani atau memberlakukan masyarakat yang positif Covid 19 hingga diisolasi mandiri ke dalam hutan.
Menurutnya, tindakan Kades tersebut merupakan perbuatan yang fatal yang dilakukan seorang Kades kepada pasien Covid 19 Salamat Sianipar. Itu suatu kesalahan besar dan keputusan yang salah dalam penanganan pasien Covid 19.
Ironisnya, kata Lince, seharusnya Kades tidak mengeluarkan keputusan terhadap seorang pasien Covid 19 untuk melakukan isoman kedalam hutan.
“Ini adalah bukti kesalahan fatal dari seorang Kades yang salah dalam menangani warga yang terpapar Covid 19. Harusnya sebagai Kades tidak mengeluarkan keputusan kepada warganya untuk isoman ke dalam hutan, ngapain juga isoman dihutan,” tegas Ketua DPW LSM PAKAR Sumut dengan nada geram.
Dikatakan Lince, seorang korban Covid 19 harusnya dirangkul dan ditangani dengan baik dirawat dengan baik diberikan vitamin yang baik dan bukan justru diungsikan atau disuruh isoman didalam hutan.
Untuk itu, ia pun menyoroti tentang pemahaman seorang Kades terhadap penanggulangan pasien Covid 19 yang menurutnya tidak memiliki pengetahuan yang mumpuni.
“Apakah selama ini tidak ada penyuluhan para Kades dari Pemkab Toba. Kemana digunakan dana desa (DD) dalam pembinaan serta penyuluhan Kades supaya bersikap dan bertindak profesional terhadap masyarakat. Banyak dana desa dialihkan untuk penanganan serta penanggulangan kepada masyarakat yang terpapar pandemi Covid 19,” pungkasnya.
Tidak hanya itu, Ia juga mengatakan tindakan yang dilakukan Kades menyuruh penderita Covid 19 isolasi mandiri dihutan merupakan tindakan yang tidak manusiawi dan pelanggaran Hak Azazi Manusia (HAM).
“Itu tidak manusiawi dan ini pelanggaran HAM secara total,” ujarnya geram.
Kemudian, bukan tanpa alasan DPW LSM PAKAR bersuara demikian. Kenapa tidak manusiawi kata Lince, pasien yang seharusnya dirawat ditempat yang layak dan penanganan baik secara medis supaya sembuh, namun yang dilakukan berbanding terbalik justru diisolasi mandiri didalam hutan.
“Siapa temannya dihutan yang memberikan pelayanan yang baik, memberikan dia obat, memberikan makanan yang cukup dengan nutrisi yang baik untuk kesembuhan Covid 19 nya. Ini yang menjadi catatan penting, seharusnya Kades memahami dan menyarankan masyarakat yang benar terhadap penderita Covid 19,” tukasnya
“Kalau awalnya Salamat Sianipar ditangani secara benar, dia tidak akan mengalami depresi atau gangguan mental seperti itu,” imbuhnya.
“Siapapun orangnya kalau dibuat seperti itu penanganannya (Isoman dihutan) pasti mengalami depresi berat bagi pasien Covid 19, siapa yang tidak depresi diungsikan kedalam hutan seorang diri dengan kondisi sakit,” tegas Ir Linceria Nainggolan.
Disampaikan Lince, menghadapi permasalahan tersebut, DPW LSM PAKAR Sumut segera berangkat ke Kabupaten Toba untuk melalukan investigasi secara mendalam.
Dan diakuinya, lembaga yang dipimpinnya tengah membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) internal untuk mengungkap tindakan yang dianggap tidak manusiawi dan diduga ada pelanggaran HAM luar biasa yang terkandung didalam masalah tersebut.(Ridwan Naibaho)